Cedera sering dialami oleh seorang atlet, seperti cedera goresan,
robek pada ligamen, atau patah tulangatlit olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom
ini. Sindrom ini bermula dari adanya suatu kekuatan abnormal dalam level
yang rendah atau ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang dalam
jangka waktu lama. Jenis cedera ini terkadang memberikan respon yang
baik bagi pengobatan sendiri. Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik
untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit.
Namun, berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga
yang benar, malah mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri.
Aktivitas yang salah ini karena pemanasan tidak memenuhi syarat, kelelahan
berlebihan terutama pada otot, dan salah dalam melakukan gerakan
olahraga. Kasus cedera
yang paling banyak terjadi, biasanya dilakukan para pemula yang
biasanya terlalu berambisi menyelesaikan target latihan atau ingin
meningkatkan tahap latihan.
Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa
jenis cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon
terhadap cedera tersebut.
Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga dapat mengetahui
apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera, bagaimana
mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana mengobatinya
dan kapan meminta pengobatan secara profesional (memeriksakan diri ke
dokter).
Kegiatan
olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan
bukan hanya olahraga prestasi atau kompetisi, tetapi olahraga juga
untuk kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya
keuntungan secara pribadi, tetapi juga memberikan keuntungan bagi
masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga sekarang ini
semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas
keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga juga ikut bertambah.
Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga tersebut para
pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi.
“Cedera Olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan
karena olahraga, sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada
otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.
Cedera olahraga jika tidak ditangani
dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan gangguan atau keterbatasan
fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun melakukan
aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlit cedera ini bisa
berarti istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama
sekali hobi dan profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera
olahraga harus dilakukan secara tim yang multidisipliner.
Cedera olahraga dapat digolongkan 2
kelompok besar :
a.
Kelompok kerusakan traumatik (traumatic disruption) seperti : lecet, lepuh, memar,
leban otot, luka, “stram” otot, “sprain”
sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma kepala-leher-tulang
belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada, trauma pada perut,
cedera anggota gerak atas dan bawah.
b. Kelompok “sindroma penggunaan berlebihan” (over use
syndromes), yang lebih
spesifik yang berhubungan dengan jenis olahraganya, seperti : tenis
elbow, golfer’s elbow swimer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture
pada tungkai dan kaki.
Macam Cedera Olahraga
Didalam menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang
atlit untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu ke prestasi
puncak sebelum cedera. Kita ketahui penyembuhan penyakit atau cedera
memerlukan waktu penyembuhan yang secara alamiah tidak akan sama untuk
semua alat (organ) atau sistem jaringan ditubuh, selain itu penyembuhan
juga tergantung dari derajat kerusakan yang diderita, cepat lambat serta
ketepatan penanggulangan secara dini.
Dengan demikian peran seseorang yang berkecimpung
dalam kedokteran olahraga perlu bekal pengetahuan mengenai penyembuhan
luka serta cara memberikan terapi agar tidak menimbulkan kerusakan yang
lebih parah, sehingga penyembuhan serta pemulihan fungsi, alat dan
sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu singkat untuk
mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan peningkatan
prestasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi jaringan yang
cedera agar tidak terjadi penecilan otot (atropi).
Agar selalu tepat dalam menangani
kasus cedera maka sangat diperlukan adanya pengetahuan tentang
macam-macam cedera.
Klasifikasi Cedera Olahraga
Secara umum cedera olahraga
diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak
mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlit.
Misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan.
b. Cedera tingkat 2 (cedera
sedang)
Pada cedera
tingkat kerusakan jaringan lebih nyata berpengaruh pada performance
atlit. Keluhan bias berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-tanda
inplamasi) misalnya: lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya
ligament (sprain grade II).
c. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlit perlu
penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu tindakan
bedah jika terdapat robekan lengkap atau hamper lengkap ligament (sprain
grade III) dan IV atau sprain fracture) atau fracture tulang.
d. Strain dan Sprain
Strain dan sprain adalah kondisi
yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Straing adalah menyangkut cedera otot
atau tendon. Straing dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :
a) Tingkat 1 (ringan)
Straing tingkat ini tidak ada
robekan hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada
penurunan kekuatan otot, tetapi pada kondisi tertentu cukup mengganggu
atlit. Misalnya straing dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlit
pelari jarak pendek (sprinter), atau pada baseball pitcher yang cukup
terganggu dengan strain otot-otot lengan atas meskipun hanya ringan,
tetapi dapat menurunkan endurance (daya tahannya).
b) Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah
terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga dapat mengurangi
kekuatan atlit.
c)
Tingkat 3 (berat)
Straing
pada tingkat 3 ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai komplit, pada tingkat 3
diperlukan tindakan bedah (repair) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut
cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a) Tingkat 1 (ringan)
Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi
robekan pada serat ligament yang terdapat hematom kecil di dalam ligamen
dan tidak ada gangguan fungsi.
b) Tingkat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi
robekan yang lebih luas, tetapi 50% masih baik. Hal ini sudah terjadi
gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan
terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu untuk
benar-benar aman dan mungkin diperlukan waktu 4 bulan. Seringkali
terjadi pada atlit memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan
belum berakhir dan akibatnya akan timbul cedera baru lagi.
c) Tingkat 3 (berat)
Cedera sprain tingkat 3 ini
terjadinya robekan total atau lepasnya ligament dari tempat lekatnya dan
fungsinya terganggu secara total. Maka sangat penting untuk segera
menempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d) Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi akibat
ligamennya robek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan diikuti
lepasnya sebagian tulang tersebut.
Penyebab dan
Pencegahan pada cedera olahraga
Cedera olahraga perlu diperhatikan terutama bagi para
pelatih, guru pendidikan jasmani, maupun pemerhati olahraga khususnya
yang mempunyai atlit cedera olahraga. Sekarang hendaknya kita satukan
bahasa dahulu bahwa yang paling sental dalam pengelolaan cedera bukanlah
tenaga medis tetapi pelatih olahraga, yaitu orang yang paling dekat dengan atlit. Sebaik apapun
tim medis disiapkan akan kalah dibandingkan dengan kita menyiapkan para
pelatih olahraga yang tahu tentang olahraga.
Pulih tidaknya cedera sebagian besar
tergantung tindakan pertama pada saat cedera. Cedera ringan tidak kalah
berbahayanya dari cedera berat terhadap masa depan atlit. Dalam rangka
persiapan menghadapi suatu event. Mengistirahatkan atlit boleh dikatakan
mustahil karena waktu yang tersedia selalu terbatas. Disinilah muncul
seni yang tinggi tentang pengelolaan atlit yang cedera.
Pelatih harus menyadari bahwa tiap olahraga
mempunyai kecenderungan cedera yang berbeda. Sebagai pelatih, guru
pendidikan jasmani haruslah mengetahui cara pencegahan ataupun pertolongan
pertama secara benar.
Banyak sekali penyebab-penyebab cedera olahraga yang perlu diperhatikan,
sehingga para atlit dapat menepis atau menghindari kecenderungan untuk
cedera olahraga.
Penyebab Cedera Olahraga
Beberapa faktor penting yang ada
perlu diperhatikan sebagai penyebab cedara olahraga.
1. Faktor
olahragawan/olahragawati
a. Umur
Faktor
umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur 30-40 tahun raluman kekuatan otot akan
relative menurun. Elastisitas tendon dan ligament menurun pada usia 30
tahun. Kegiatan-kegiatan fisik mencapai puncaknya pada usia 20-40 tahun.
b. Faktor pribadi
Kematangan (motoritas) seorang
olahraga akan lebih mudah dan lebih sering mengalami cedera dibandingkan
dengan olahragawan yang sudah berpengalaman.
c. Pengalaman
Bagi atlit yang baru terjun akan
lebih mudah terkena cedera dibandingkan dengan olahragawan atau atlit
yang sudah berpengalaman.
d. Tingkat latihan
Betapa penting peran latihan yaitu pemberian awal dasar
latihan fisik untuk menghindari terjadinya cedera, namun sebaliknya
latihan yang terlalu berlebihan bias mengakibatkan cedera karena “over use”.
e. Teknik
Perlu diciptakan teknik yang benar untuk
menghindari cedera. Dalam melakukan teknik yang salah maka akan
menyebabkan cedera.
f. Kemampuan awal (warming up)
Kecenderungan tinggi apabila tidak dilakukan dengan pemanasan,
sehingga terhindar dari cedera yang tidak di inginkan. Misalnya :
terjadi sprain, strain ataupun rupture tendon dan lain-lain.
g. Recovery period
Memberi waktu istirahat pada
organ-organ tubuh termasuk sistem musculoskeletal setelah dipergunakan
untuk bermain perlu untuk recovery (pulih awal) dimana kondisi
organ-organ itu menjadi prima lagi, dengan demikaian kemungkinan
terjadinya cedera bisa dihindari.
h. Kondisi tubuh yang “fit”
Kondisi yang kurang sehat sebaiknya
jangan dipaksakan untuk berolahrag, karena kondisi semua jaringan
dipengaruhi sehingga mempercepat atau mempermudah terjadinya cedera.
i. Keseimbangan Nutrisi
Keseimbangan nutrisi baik berupa
kalori, cairan, vitamin yang cukup untuk kebutuhan tubuh yang sehat.
j. Hal-hal yang umum
Tidur untuk istirahat yang cukup,
hindari minuman beralkohol, rokok dan yang lain.
2. Peralatan
dan Fasilitas
Peralatan
: bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek dan kurang baik
akan mudah terjadinya cedera.
Fasilitas : kemungkinan alat-alat proteksi badan, jenis
olahraga yang bersifat body contack, serta jenis olahraga yang khusus.
3. Faktor
karakter dari pada olahraga tersebut
Masing-masing cabang olahrag mempunyai tujuan
tertentu. Missal olahraga yang kompetitif biasanya mengundang cedera
olahraga dan sebagainya, ini semua harus diketahui sebelumnya.
Pencegahan Cedera
Mencegah lebih baik daripada
mengobati, hal ini tetap merupakan kaidah yang harus dipegang teguh.
Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja, tetapi masing-masing
tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1. Pencegahan lewat keterampilan
Pencegahan lewat keterampilan
mempunyai andil yang besar dalam pencegahan cedera itu telah terbukti,
karena penyiapan atlit dan resikonya harus dipikirkan lebih awal. Untuk
itu para atlit sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wjar
atau relaks. Dalam meningkatkan atlit tidak cukup keterampilan tentang
kemampuan fisik saja namun termasuk daya pikir, membaca situasi,
mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi resiko. Pelatih juga
harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atlitnya, serta harus
dapt mengurangi dosis latihan sebelum resiko cedar timbul.
a) Mengurangnya antusiasme atau
kurang tanggap
b)
Kulit dan otot terasa mengembang
c) Kehilangan selera makan
d) Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa
lelah
e)
Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat
f) Penurunan berat badan
g) Melambatnya pemulihan
h) Cenderung menghindari latihan
atau pertandingan
2.
Pencegahan lewat Fitness
Fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera pada atlit
baik cedera otot, sendi dan tendo, serta mampu bertahan untuk
pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a. Strength
Otot lebih kuat jika dilatih, beban waktu latihan
yang cukup sesuai nomor yang diinginkan untuk. Untuk latihan sifatnya
individual, otot yang dilatih benar-benar tidak mudah cedera.
b. Daya tahan
Daya tahan meliputi endurance otot,
paru dan jantung. Daya tahan yang baik berarti tidak cepat lelah, karena
kelelahan mengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
Nutrisi yang baik akan mempunyai
andil mencegah cedera karena memperbaiki proses pemulihan kesegaran
diantara latihan-latihan.
Makan harus memenuhi tuntutan gizi yang dibutuhkan atlit
sehubungan dengan latihannya.
Atlit harus makan-makanan yang mudah dicerna dan yang
berenergi tinggi kira-kira 2,5 jam sebelum latihan atau pertandingan.
Pencegahan lewat Warming up ada 3
alasan kenapa warm up harus dilakukan :
• Untuk melenturkan (stretching) otot, tendon dan
ligament utama yang akan dipakai.
• Untuk menaikkan suhu terutama bagian dalam seperti otot
dan sendi.
• Untuk
menyiapkan atlit secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
d. Pencegahan lewat lingkungan
Banyak terjadi bahwa cedera karena
lingkungan. Seorang atlit jatuh karena tersandung sesuatu (tas,
peralatan yang tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Harusnya
memperhatikan peralatan dan barang ditaruh secara benar agar tidak
membahayakan.
e.
Peralatan
Peralatan
yang standar punya peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan
alat sering menjadi penyebab cedera pula, contoh yang sederhana adalah
penggunaan pelindung tangan kaki yang tidak layak pakai dalam Taekwondo,
berakibat tidak maksimalnya pelindung tersebut dalam meredam impact akibat benturan.
f. Medan
Medan dalam menggunakan latihan atau
pertandingan mungkin dari alam, buatan atau sintetik, keduanya
menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah karena iklim, sedang
sintetik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak. Yang terpenting
atlit mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
g. Pencegahan lewat pakaian
Pakaian sangat tergantung selera
tetapi haruslah dipilih dengan benar, seperti kaos, celana, kaos kaki,
perlu mendapat perhatian. Misalnya celana jika terlalu ketat dan tidak
elastis maka dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya
atletik, sehingga menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan dan
bahkan akan mempengaruhi penampilan atlit.
h. Pencegahan lewat pertolongan
Setiap cedera memberi tiap
kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebih berat lagi.
Masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan
anatomi, ketidakstabilan tersebut penyebab cedera berikutnya. Dengan
demikian dalam menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar
dan rehabilitasi yang tepat pula.
i. Implikasi terhadap pelatih
Sikap tanggung jawab dan sportifitas
dari pelatih, official, tenaga kesehatan dan atlitnya sendiri secara
bersama-sama. Yakinkan bahwa atlitnya memang siap untuk tampil, bila
tidak janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang
permasalahan. Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlit
merupakan faktor yang lebih penting.
Perawatan dan
Pengobatan cedera olahraga Dalam melakukan perawatan dan pengobatan cedera olahraga
terlebih dahulu mengetahui dan apa yang harus dikerjakan. Terdapat
pendarahan tidak, fruktur tulang (patah tulang) dan sebagainya, atau
mungkin terjadi kerusakan pembuluh darah kecil atau besar (pendarahan
dibawah kulit) di daerah itu. Bila ini terjadi akan ada warna ungu,
nyeri dan bengkak.
Penanganan pendarahan
Penanganan cedera dinilai lewat tingkatan cedera
berdasarkan adanya pendarahan lokal.
1. Akut (0-24 jam)
Terjadi cedera antara saat kejadian sampai proses
pendarahan berhenti, biasanya samapai 24 jam. Dalam pertolongan yang
benar dapat mempersingkat periode ini.
2. Sub-Akut (24-48 jam)
Pada saat masa akut telah berakhir,
pendarahan telah berhenti, tetapi bisa berdarah kembali. Bila
pertolongan tidak benar dapat kembali ke tingkat akut dan berdarah
kembali.
3.
Tingkat lanjut (48 jam sampai lebih)
Pendarahan telah berhenti, dan kecil kemungkinan
kembali ke tingkat akut, pada saat ini penyembuhan telah mulai. Dengan
pertolongan yang baikmasa ini dapat mempersingkat. Pelatih harus sangat
mahir dalam hal ini agar tahu kapan harus meminta pertolongan dokter.
Penanganan
pertama
Pulihnya
atlit dan mampu aktif kembali sangat tergantung dari keputusan yang
dibuat saat terjadi cedera, serta pertolongan yang diberikan. Bila
dokter tidak ada, maka terpaksa pelatih harus memutuskan sendiri,
keadaan ini paling banyak berlaku.
Pelatih harus mampu memutuskan apakah atlit terus
atau berhenti, untuk cedera yang berat keputusannya sangat mudah
diambil, tetapi untuk cedera yang ringan keputusannya menjadi sangat
sulit. Bila ragu istirahatkan atlit anda, pelatih sebaiknya mampu
melakukan pemeriksaan praktis fungsional dilapangan.
Penanganan
rehabilitasi medik
Pada
terjadinya cedera olahraga upaya rehabilitasi medik yang sering
digunakan adalah :
1.
Pelayanan spesialistik rehabilitasi medik
2. Pelayanan fisioterapi
3. Pelayanan alat bantu (ortesa)
4. Pelayananpengganti tubuh
(protesa)
Penanganan
rehabilitasi medik harus sesuai dengan kondisi cedera.
a. Penanganan
rehabilitasi medik pada cedera olahraga akut.
Cedera akut ini terjadi dalam waktu
0-24 jam. Yang paling penting adalah penangananya. Pertama adalah
evaluasi awal tentang keadaan umum penderita, untuk menentukan apakah
ada keadaan yang mengancam kelangsungan hidupnya. Bila ada tindakan
pertama harus berupa penyelamatan jiwa. Setelah diketahui tidak ada hal
yang membahayakan jiwa atau hal tersebut telah teratasi maka dilanjutkan
upaya yang terkenal yaitu RICE :
R – Rest
: diistirahatkan adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I – Ice : terapi dingin, gunanya mengurangi
pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C – Compression : penekanan atau balut tekan gunanya
membantu mengurangi pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E – Elevatin : peninggian daerah cedera gunanya
mencegah statis, mengurangi edema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Penanganan
rehabilitasi pada cedera olahraga lanjut
Pada masa ini rehabilitasi tergantung pada problem
yang ada antara lain berupa :
• Pemberian modalitas terapi fisik
Terapi dingin :
Cara pemberian terapi dingin sebagai
berikut :
1.
Kompress dingin
Teknik
: potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu
kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : 20-30 menit dengan interval kira-kira 10
menit.
2.
Masase es
Tekniknya
dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan lama 5-7 menit,
dapat diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
3. Pencelupan atau peredaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh
atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es.
Lamanya 10-20 menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane
kebagian tubuh yang cedera.
Terapi panas :
Pada umumnya toleransi yang baik pada terapi panas adalah bila
diberikan pada fase sub akut dan kronis dari suatu cedera, tetapi panas
juga dapat diberikan pada keadaan akut. Panas yang kita berikan ketubuh
akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya.
Terapi air (Hydroterapy)
Pada sebagian kasus pemberian terapi
air akan banyak menolong. Terapi air dipilih karena adanya efek daya
apung dan efek pembersihan. Jenis terapi ini dapat kita berikan dengan
memakai bak atau kolam air. Teknik lain terapi air adalah “contrast
bath” yaitu dengan menggunakan dua buah bejana. Satu buah diisi air
hangat suhu 40,5-43,3 C dan satunya lagi diisi air dingin dengan suhu
10-15 C. anggota gerak yang cedera bergantian masuk ke bejana secara
bergantian dengan jarak waktu.
Perangsangan listrik
Perangsangan listrik mempunyai efek pada otot yang
normal maupun otot yang denervasi. Efek rangsangan listrik pada otot
normal antara lain relaksasi otot spasme, re-edukasi otot, mengurangi
spastisitas dan mencegah terjadinya trombloflebitis. Sedang pada otot
denervasi efeknya meliputi menunda progrese atropi otot, memperbaiki
sirkulasi darah dan nutrisi.
Masase
Dengan
menggunakan masase yang lembut dan ringan, kurang lebih satu minggu
setelah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa nyeri tersebut. Dengan
syarat diberikan dengan betul dan dengan dasar ilmiah akan efektif untuk
mengurangi bengkak dan kekakuan otot.
• Pemberian terapi latihan
Waktu untuk memulai terapi latihan
tergantung pada macam dan derajat cederanya. Pada cedera otot misalnya
terjadi kerusakan atau robekan serabut otot bagian central memerlukan
waktu pemulihan 3 kali lebih lama dibandingkan dengan robeknya otot
bagian perifer. Sedangkan cedera tulang, persendian (ligament)
memerlukan waktu yang lebih lama.
Terapi latihan yang dapat diberikan, berupa :
1. Latihan luas gerak sendi
2. Latihan peregangan
3. Latihan daya tahan
4. Latihan yang spesifik (untuk
masing-masing bagian tubuh)
• Pemberian ortesa (alat Bantu tubuh)
Pada terjadinya cedera olahraga yang
akut ortesa terutama berfungsi untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang
cedera, sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan dan melindungi
dari cedera ulangan. Pada fase berikutnya ortesa dapat berfungsi lebih
banyak, antara lain : ortesa leher, dan support pada anggota gerak
bawah. Mencegah terjadinya deformitas dan meningkatkan fungsi anggota
gerak yang terganggu.
• Pemberian protesa (pengganti tubuh)
Protesa adalah suatu alat Bantu yang
diberikan pada atlit yang mengalami cedera dan mengalami kehilangan
sebagian anggota geraknya. Fungsi dari alat ini adalah untuk
menggantikan bagian tubuh yang hilang akibat dari cedera tersebut.
Dikutip dari:
Paul M. Taylor, dkk. (2002). Mencegah
dan Mengatasi Cedera Olahraga. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.
Andun Sujidandoko. (2000). Perawatan
dan Pencegahan Cedera. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional .